Minggu, 05 Maret 2017

SISTEM MONETER INTERNASIONAL


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku untuk semua Negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas negara dilaksanakan. Sistem ini
menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar. Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar. Untuk itu dalam penulisan makalah ini penulis akan membahas terkait dengan pengertian sistem moneter internasional, sejarah terbentuknya system moneter internasional, fenomena aktual yamg terkait moneter, serta Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang tunggal di asean
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke sistem yang lain diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Sampai saat ini pun sistem moneter internasional masih menjadi perhatian semua negara  dan masih ingin merubah sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal. Belum lagi rencana anggota Negara-negara asean untuk merumuskan kebijakan pemberlakuan mata uang bersama yang hanya berlaku tunggal di kawasan asean. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat tema sistem moneter internasional.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka dapat diambil beberapa aspek permasalahan yang dapat dijadikan sebagai rumusan masalah, diantaranya adalah:
1.      Apakah pengertian sistem moneter interasional ?
2.      Bagaimanakah sejarah dan perkembangan sistem moneter internasional ?
3.      Bagaimanakah sistem penetapan kurs mata uang ?
4.      Bagaimana cara melakukan transaksi internasional ?
5.      Apakah fenomena aktual ekonomi moneter internasional saat ini ?
6.      Apakah Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang tunggal di asean ?
1.3  Tujuan dan Manfaat
Sejalan dengan  rumusan masalah di atas, maka penulis menentukan beberapa tujuan dan manfaat makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengerian sistem moneter internasional
2.      Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan sistem moneter internasional
3.      Untuk mengetahui sistem penetapan kurs
4.      Untuk mengetahui cara melakukan transaksi internasional
5.      Untuk mengetahui fenomena aktual ekonomi moneter internasional
6.      Untuk mengetahui Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang tunggal di Asean
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Moneter Internasional
      Dalam ekonomi internasional dikenal suatu sistem yang  memungkinkan suatu negara dapat saling berhubungan satu dangan yang lain. Sistem tersebut disebut sebagai sistem moneter internasional. Sistem moneter internasional menunjukkan seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanisme yang menentukan tingkat dimana suatu mata uang diitukarkan dengan mata uang lain.(Shapiro, 1992). Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah mengalami begitu banyak perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa. Perkembangan ini disebabkan oleh adanya perubahan ekonomi dan politik domestik serta internasional pada masing-masing masa.
Jika dalam skala domestik atau nasional problema ketidakseimbangan pembayaran antar daerah dapat disesuaikan melaui pergerakan modal ataupun kebijakan fiskal dan moneter, dalam skala internasional akan sedikit lebih rumit. Pembayaran yang tidak seimbang antar negara dapat diselesaikan melalui financing, perubahan kebijakan domestik untuk menggeser pola perdagangan dan investasi, melalui kontrol devisa untuk melakukan penjatahan pasokan devisa, atau dengan cara membiarkan nilai tukar mata uang berubah sesuai situasi dan kondisi. Sehingga yang terpenting dalam sistem moneter internasional adalah tersedianya alat atau cara untuk menyesuaikan ketidakseimbangan pembayaran internasional.
2.2 Sejarah dan Perkembangan Sistem Moneter Internasional
2.2.1 Sistem Standar  Emas (1876-1913)
Sistem standar emas internasional muncul mulai tahun 1870 di Inggris. Pemerintah Inggris menetapkan nilai pounsterling dengan emas. Perkembangan industri yang terjadi di Inggris serta perdagangan dunia yang makin berkembang pada abad 19 menambah kepercayaan dunia terhadap emas. Kepercayaan ini diperkuat dengan ditemukannya tambang emas di Amerika dan Afrika Utara. Dengan kejadian-kejadian tersebut sistem standar emas merupakan suatu sistem yang dipakai oleh banyak negara semenjak 1970 hingga perang dunia pertama.
Perdagangan yang semakin meningkat membuat kebutuhan sistem pertukaran yang lebih formal menjadi semakin terasa. Standar emas pada dasarnya menetapkan nilai tukar mata uang negara berdasarkan emas. Pemerintah atau Negara yang bersangkutan harus menjaga persediaan emas yang cukup untuk menjamin jual-beli emas. Jika pemerintah negara lain juga menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan, maka kurs antar dua mata uang bisa ditentukan. Nilai emas terhadap barang lain tidak banyak berubah dalam jangka panjang, stabilitas nilai uang dan kurs mata uang tidak banyak berfluktuasi dalam jangka panjang.
Standar emas berbeda dengan mata uang fiat (fiat money). Dalam mata uang fiat, nilai mata uang ditentukan berdasarkan kepercayaan terhadap kemauan pemerintah menjaga integritas menjag mata uang tersebut. Seringkali kepercayaan tersebut disalahgunakan. Pemerintah kadang tergoda menerbitan uang baru, karena biaya produksi penerbitan tersebut adalah 0 rupiah. Dengan menggunakan standar emas, nilai mata uang didasarkan pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah jumlah uang yang beredar , karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas.
Dengan proses tersebut kurs mata uang bisa terjaga selama negara-negara di dunia memakai emas sebagai standar mata uangnya. Inflasi yang berkepanjangan tidak akan terjadi di dalam situasi semacam itu.
Dengan adanya Perang Dunia I (1919-1923) serta depresi dunia (1931-1934) negara-negara di Eropa dilanda inflasi serta ketidaksetabilan politik. Sistem moneter Internasional menjadi kacau. Kekacauan ini menimbulkan kurang kepercayaan dunia terhadap pounsterling yang masih dikaikan dengan emas. Ponsterling makin lama makin lemah posisinya. Kelemahan ini ditambah keharusan Inggris untuk memberi bantuan kepada Jerman. Pada tahun 1931 Inggris menanggalkan standar emas dan pounsterlling jatuh nilainya, diikuti oleh dolar Amerika.
2.2.2 Periode Perang Dunia (1914-1994)
Perang dunia I mengakhiri standar emas klasik. Periode antara kedua perang dunia secara umum ditandai oleh kekacauan perdagangan dan keuangan internasional. Terjadinya fluktuasi kurs sejak akhir perang sampai tahun 1925 (kecuali di Amerika Serikat, yang kembali ke standar emas dalam tahun 1919). Mulai tahun 1925, suatu usaha dilakukan untuk menetapkan kembali standar emas, akan tetapi runtuh tahun 1991 pada waktu Depresi Besar. Kemudian disusul dengan periode persaingan Devaluasi, ketika negara-negara mencoba untuk  mengekspor pengangguran mereka (kebijakan mengemis tetangga mereka). Tarif, kuota dan pengawasan nilai tukar juga meluas, dengan akibat volume perdagangan dunia berkurang hampir setengahnya. Kecenderungan devlasioner dapat diatasi sepenuhnya suaktu negara-negara dipersenjatai kembali untuk perang dunia II.
2.2.3 Periode Kurs Tetap
Periode ini dimulai dengan  perjanjian Bretton Woods. Melalui  perjanjian ini, semua negara menetapkan nilai tukar mata uangnya melaui emas, tetapi tidak diharuskan memenuhi konverbilitas mata uang mereka dalam emas. Negara anggota diminta menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dan bersedia menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya.
Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberpa minggu dalam bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh kekuatan pasar.
2.2.4 Post Bretton Woods
Pada tanggal 22 Juli 1944 diadakan suatu konferensi moneter Internasional, yang dikenal dengan The Bretton Woods Conference, yang dihadiri oleh 44 negara. Konferensi tersebut bertujuan untuk menyusun rencana pembuatan sistem moneter. Dua tahun setelah konferensi tersebut, didirikan IMF dan Bank Dunia untuk mengawasi sistem tersebut. .
Selama periode 1944-1973 dolar merupakan mata uang yang sangat penting dalam lalu lintas pembayaran Internasional. Peranan dolar ini timbul setelah perang dunia II, dusebabkan saat itu terjadi kekurangan dolar. Negara-negara Eropa yang sangat memerlukan uang /dana untuk memulihkan keadaan ekonominya. Satu-satunya sumber adalah Amerika Serikat, sehingga dolar banyak diminta. Konsekuensinya, emas menjadi tergeser oleh dolar. Sebab, disamping memiliki tenaga beli yang kuat di Amerika, reserves dalam bentuk dolar akan membelikan penghasilan bunga. Dengan semakin pentingnya fungsi dolar, maka setiap anggota menetapkan perbandingan mata uangnya terhadap dolar, yang kemudian apabila perlu dapat ditukarkan dengan emas.
DMI beranggotakan 134 negara, diantaranya 10 negara maju mempunyai posisi yang sangat kuat di dalam mengambil keputusan. Setiap anggota memperoleh jatah/quota, yang harus dibayar 25% dengan emas dan sisanya 75% dengan mata uangnya. Besarnya quota menentukan hak suaranya serta jumlah pinjaman yang dapat diperoleh dari DMI. Dana pertama DMI dengan sendirinya 25% terdiri dari emas dan 75% berbagai mata uang negara anggota. Pinjaman diberikan kepada dalam mata uang negara lain yang harus di tukar dengan mata uang negara  peminjam.
2.2.5 Sistem semenjak 1973
Semenjak  1973 sistem moneter internasional merupakan campuran antara kurs tetap dengan kurs berubah-ubah. Mata uang Yen, dolar Kanada, franc Perancis, dan Swiss berfluktuas tergantung dari permintaan dan pernawaran. Sering juga penguasa moneter negara-negara tersebut melakukan campur tangan di pasar valuta asing untuk mengurangi fluktuasi kurs yang berlebihan. Caranya apabila negara mengalami defisit dalam neraca pembayaran, kurs valuta asing cenderung naik. Untuk mencegah hal ini bank Central menjual valuta asing. Demikian juga apabila surplus di dalam neraca pembayaran, bank sentral membeli valuta asing di pasar untuk mengurangi penurunan kurs. Sisitem kurs demikian di sebut “managed atau dirty” float, sebagai lawan dari “clean” floatt di  mana bank Sentral sama sekali tidak campur tangan di dalam pasar valuta asing.
Lima negara Eropa (Jerman Barat, Belgia, Luxembrug, Swedia, Netherlan dan Norwegia) mengadakan pengaturan secara tersendiri. Krus tetap berlaku di antara mereka, tetapi berubah-ubah secara bersama-sama terhadap mata uang negara lain. Sisten krus semacam ini (mengambang bersama-sama) menghasilakan fluktuasi yang menyerupai ular, yang kemudian disebut “Snake like”.
Negara-negara Eropa dan Jepang telah melepaskan ikatan mata uangnya dengan  dolar Amerika Serikat. Dengan demikian, telah merupakan mata uang yang mengambang. Namun demikian Dolar masih memegang peranan penting dalam lalu lintas pembayaran internasiolal. Pembayaran luar negeri, kebijakan campur tangan dalam valuta asing oleh Bank Sentral, serta catatan-catatan statistik Dana Moneter Internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa masih menggunakan dasar mata uang Dolar.
2.3 Sistem Penetapan Kurs
Mekanisme penentuan kurs bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok:
2.3.1 Free Float (Mengambang Bebas)
Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas tergantung kekuatan pasar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurs, misal inflasi, pertumbuhan ekonomi, inflasi akan digunakan oleh pasar dalam mengevaluasi kurs mata uang negara yang bersangkutan. Jika variable tersebut berubah, atau penghargaan terhadap variable tersebut berubah, kurs mata uang akan berubah. Sistem mengambang bebas juga disebut sebagai clean float.
2.3.2 Float yang dikelola(Managed Float)
Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena ketidakpastian kurs cukup tinggi. Sistem float yang dikelola, yang sering disebut juga sebagai dirty float, dilakukan melalui campur tangan Bank Sentral yang cukup aktif.
Bank Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs yang terjadi di luar batasan yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi:
a)      Menstabilkan fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan cara ini dengan tujuan menjaga stabilasisasi kurs agar perubahan atau pergerakan kurs tetap teratur.
b)      Menunda kurs (leaning against the wind). Melalui cara ini bank sentral melakukan intervensi dengan tujuan mencegah atau mengurangi fluktuasi jangka pendek yang cukup tajam, yang diakibatkan oleh kejadian yang sifatnya sementara.
c)      Kurs tetap secara tidak resmi (unofficial pegging). Melalui cara ini Bank Sentral melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara resmi) kurs mata uangnya.
2.3.3 Perjanjian zona target tertentu
Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Jika kurs melewati batas atas atau batas bawah, Bank Sentral negara yang bersangkutan akan melakukan intervensi.
2.3.4 Dikaitkan dengan mata uang lain
Sekitar 62 negara dari 162 negara anggota IMF mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata uang lainnya. Sebagian mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara tetangga.
2.3.5 Dikaitkan dengan kelompok mata uang lain
Sekitar 21 negara mengkaitkan mata uangnya terhadap kelompok mata uang lainnya. Basket, kelompok, atau portofolio mata uang tersebut biasanya terdiri dari mata uang partner dagang yang penting. 19 negara mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap portofolio yang mereka buat sendiri.
2.3.6 Dikaitkan dengan indikator tertentu
Dua negara, Chili dan Nikaragua, mengkaitkan mata uangnya terhadap indikator tertentu, seperti kurs riil efektif, kurs yang telah memasukkan inflasi terhadap partner dagang mereka yang penting.
2.3.7 Sistem kurs tetap
Di bawah sistem kurs tetap, pemerintah atau Bank Sentral menetapkan kurs secara resmi. Kemudian Bank Sentral akan selalu melakukan intervensi secara aktif untuk menjaga kurs yang telah ditetapkan tersebut.
Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi negara tersebut, devaluasi atau revaluasi dilakukan. Cara yang bisa dilakukan selain devaluasi adalah :
1.      pinjaman asing
2.      pengetatan
3.      pengendalian harga dan upah
4.      pembatasan aliran modal keluar
2.4 Cara Melakukan Transaksi Internasional
Adapun cara untuk melakukan pembayaran internasional yang timbul akibat perdagangan dan peminjaman internasional antara lain sebagai berikut:
a.       pembayaran dengan surat wesel dagang (Commercial Bill of Exchange atau Commercial draft atau Trade Bill)
Surat wesel dagang adalah pembayaran yang dilakukan dengan cara eksportir menarik surat wesel atas importir sejumlah harga barang-barang beserta biaya-biaya pengirimannya.
Dalam surat wesel tersebut harus dilampiri dokumen-dokumen berupa:
- faktur (invoice),
- konosemen atau surat muatan (bill of lading),
- daftar isi barang (packing list),
- surat keterangan asal barang (certificate of origin),
- surat keterangan pabean,
- surat asuransi (insurence).
Cara pembayaran semacam ini sekarang masih banyak digunakan dalam lalu lintas pembayaran internasional. Dengan surat wesel, apabila eksportir membutuhkan uang sebelum jatuh tempo, maka ia dapat menjualnya kepada pihak lain, yang kelak akan menukarkannya kepada importir setelah wesel itu jatuh tempo.
b.      Kompensasi pribadi
kompensasi pribadi adalah adalahcara pembayaran dengan mengalihkan penyelesaian utang piutang pada seorang penduduk dalam satu negara tempat penduduk tersebut tinggal.
Cara pembayaran ini digunakan di Indonesia sekitar tahun 1960-an, namun sekarang sudah tidak banyak lagi digunakan dalam perdagangan internasional.
c.       Pembayaran tunai
Pembayaran tunai atau pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan uang tunai atau cek, yang dilakukan bersama-sama dengan surat pesanan atau menunggu diterimanya kabar bahwa barang yang telah dipesan dikapalkan oleh eksportir. Cara pembayaran ini mempunyai risiko yang besar.
d.      Pembayaran dengan letter of kredit
Letter of credit atau commercial letter of credit adalah surat yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan pembelian sejumlah barang di mana bank sendiri yang mengakseptir (menyetujui) dan membayar surat wesel yang ditarik oleh eksportir.
Transaksi yang menggunakan fasilitas L/C terdiri atas:
- L/C biasa, artinya L/C dimana seorang importir bisa langsung membayar
sesuai dengan harga barang melalui bank yang ditunjuk
- Merchant L/C, artinya L/C dimana seorang importir dapat memasukkan
barang terlebih dahulu dengan melakukan pembayaran sebagian, sedangkan sisanya dibayar kemudian.
- Indutrial L/C, artinya impor banang-barang industri atau barang modal
secara cepat dan tidak dipakai untuk barang konsumsi.
- Red Clause L/C, artinya L/C yang mencantumkan instruksi kepada
Advising Bank (bank yang ditunjuk) untuk melaksanakan pembayaran
sebagian dari jumlah L/C kepada eksportin sebelum mengapalkan
barang-barang ekspor.
- Usance L/C, artinya L/C yang pembayarannya baru dilakukan dengan
tenggang waktu tertentu, misalnya 1 bulan dari pengapalan barang atau 1 bulan setelah penunjukan dokumen.
e.       Pembayaran Kemudian atau Rekening Terbuka (Open Account)
Pembayaran kemudian atau rekening terbuka adalah cara membiayai transaksi perdagangan internasional di mana eksportir mengirimkan barang kepada importir tanpa adanya dokumen-dokumen untuk meminta pembayaran. Pembayaran dilakukan setelah barang laku dijual atau satu sampai dengan tiga bulan setelah tanggal pengiriman, sesuai dengan penjanjian yang disepakati bersama. Sistem ini sangat membantu pengimpor melakukan transaksi perdagangan, akan tetapi berisiko besar bagi pengekspor.
f.       Pembayaran dengan Konsinyasi (Consign 4311`ment)
Pembayararan secara konsinyasi dilakukan setelah barang yang dikirim sudah terjual seluruhnya atau sebagian. Metode ini biasanya dilakukan kepada orang yang telah dikenal dengan baik. Jadi, barang yang akan dijual merupakan barang titipan untuk jangka waktu tertentu dan pembayaran dengan termin waktu. Untuk memperkecil risiko penjual, sebaiknya menggunakan jasa bank dalam pengiriman dokumen penagihan dan bonded warehouse untuk penitipan barangnya. Apabila barang sudah terjual, pembeli membayar kepada bank sejumlah uang atas nilai barang dan sebagai gantinya bank akan menyerahkan delivery instruction kepada bonded warehouse untuk mengeluarkan barangnya.
2.5 Fenomena Aktual Ekonomi internasional
Fenomena yang terjadi saat ini khususnya di kawasan asean adalah penyatuan mata uang di antara Negara asean, atau pencanangan mata uang tunggal. Hal tersebut di lakukan kerena mengingat adanya keberhasilan kawasan ekonomi eropa memberlakukan kebijakan mata uang bersama.Dari sisi ekonomi jika sekelompok negara ternyata memiliki mata uang yang berkorelasi sangat erat, maka secara implisit kelompok negara tersebut dapat menggabungkan mata uangnya.
Dengan kata lain negara tersebut dapat melepaskan kekuasaan moneternya dan memberikan kepada suatu badan supra nasional (dalam wadah ekonomi bersama).Salah satu contoh yang paling sukses dari proses penggabungan ini adalah keberadaan European Monetary Union, (EMU) dan mata uang tunggal dengan European Central Bank (ECB) sebagai bank sentralnya. Namun demikian proses kearah penggabungan moneter sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Treaty Of Rome (1957) dapat dikatakan titik tolak yang meletakkan dasar atau fase yang harus ditempuh dalam rangka pembentukan komunitas ekonomi Eopa.Salah satu studi penting yang melakukan penelitian terhadap kesiapan prasyarat optimum current area atau OCA di ASEAN dan perbandingan versus Uni Eropa dilakukan oleh Bayoumi dan Mauro. Mereka berpendapat bahwa negara-negara ASEAN telah mencapai level yang sama dengan Uni Eropa sebelum traktat Maastricth 1991 pada beberapa aspek.
Aspek tersebut adalah:
1.      Perdagangan intra wilayah (yang diukur oleh share perdagangan internal
terhadap GDP).
2.      Komposisi perdagangan berdasarkan type produk. Dengan berlangsungnya
transisi ekonomi, negara-negara di wilayah ini (kecuali Singapura) memiliki tendensi sebagai Negara manufaktur.
3.      Pola goncangan ekonomi. Meskipun dampak goncangan adalah lebih besar di ASEAN tetapi kecepatan pemulihan lebih tinggi di wilayah ini. Dengan demikian dapat dikatakan hasil bersih dari pola goncangan ekonomi semacam ini adalah cenderung netral.
Namun demikian mereka juga menemukan beberapa faktor yang dianggap dapat mengurangi daya tarik penyatuan moneter bagi wilayah ASEAN. Faktor-faktor ini adalah :
a)      Diversifikasi budaya dan system politik di ASEAN cenderung lebih tinggi dibandingkan Uni Eropa
b)      Diversifikasi perdagangan yang signifikan.
Meskipun US, Jepang dan Zona Eropa adalah rekan dagang utama, namun proporsi masing-masing adalah heterogen. Hal ini berimplikasi Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency Area  Dengan Menggunakan Model Vector Error Correction bahwa setiap negara ASEAN memiliki suatu goncangan spesifik pada level tertentu.
3.OCA index (Eichengreen dan Bayoumi, 1996) menunjukkan kesiapan negara ASEAN masih kalah dengan negara Eropa pra traktat Maastricth.
Disini ditunjukkan divergennya arah keterkaitan mata uang ASEAN terhadap salah satu mata uang utama dunia. Singapura,Malaysia dan Philipina misalnya, lebih cocok masuk sebagai blok USD. Sedangkan Indonesia dan Thailand cenderung kepada blok JPY. Hasil ini mengkonfirmasi temuan empiris Frankel dan Wei (1994), Kim dan Ryou (2001) dan Alesina et al (2002) bahwa permasalahan yang dihadapi dalam penyatuan keuangan Negara-negara ASEAN adalah tidak adanya suatu mata uang anchor yang tunggal bagi mata uang negara ASEAN tersebut.
Dari sisi institusi, aktivitas ditingkat ofisial tentang keberadaan OCA dapat dikatakan langka. Beberapa lembaga kerjasama regional telah ada diwilayah ini, misalnya ASEAN, AFTA dan SEACEN, ASEAN misalnya bahkan telah berdiri sejak 1967.
Namun demikian diskursus mengenai suatu kerjasama regional yang lebih erat melalui kerjasama moneter (dan mata uang bersama) baru terdengar pasca krisis keuangan Asia 1997. Era sebelum ini suatu kerjasama moneter yang lebih serius tampaknya terkendala oleh keberadaan rezim nilai tukar yang heterogen diwilayah Asia (Wilson, 2002).
Tahun 1997, Jepang menawarkan ide Asian Monetary Fund (AMF). Hal ini merupakan wujud dari kesadaran terhadap perlunya suatu dana emergency yang siap digunakan ketika dibutuhkan.
Tampaknya ini juga merupakan reaksi kecewa terhadap sikap lamban IMF dalam mengatasi krisis Asia. Ide ini memperoleh resistensi keras dari IMF (dan stake holder utamanya, sehingga akhirnya gagal diwujudkan. Sebagai pengganti, dalam kerangka ASEAN+3 suatu kesepakatan dalam hal penyediaan dana emergency diwujudkan dalam bentuk pejanjian swap. Inisiatif ini dikenal sebagai Chiang Mai Initiatives. Dari forum ini tampaknya terlihat adanya perkembangan kearah suatu instrument obligasi Asia. Dari sisi upaya penyatuan mata uang, negara-negara diwilayah ini terlihat jauh lebih kaku Meskipun dibawah Hanoi Plan Action dibulan Desember 1998, pemimpin wilayah ASEAN sepakat untuk memulai suatu studi kelayakan atas adopsi mata uang bersama. Namun baru Januari 2001, suatu proyek resmi untuk penelitian ini dimulai (Wilson, 2002). Proyek ini dikenal dengan nama Kobe Research Project. Meskipun ditingkat pengambil kebijakan arah penyatuan moneter adalah bergerak lamban, pra kondisi bagi negara Asia sebenarnya telah ada. Eichengreen dan Bayoumi (1996) dalam suatu studinya berkesimpulan bahwa wilayah Asia Timur telah memenuhi persyaratan standar OCA serta telah memiliki kesiapan yang sama dengan wilayah zona Eropa. Bayoumi dan Mauro
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010 (1999) juga mengusulkan hal yang serupa, namun dengan mesyaratkan perlunya suatu komitmen politik untuk memastikan bahwa proyek ini akan berhasil. Proposal lainnya dapat dilihat misalnya Wilson (2002), Mundel (2003), dan Branson dan Healy (2005). Syarat dan kondisi teoritis dimana penyatuan mata uang adalah menguntungkan merupakan subyek dari teori Optimum Currency Area (OCA). Teori OCA modern secara komprehensif diuraikan oleh Robert Mundell (1961) dalam seminal paper nya yang berjudul A Theory Of Optimum Currency Areas.
Secara ringkas teori tersebut menguraikan bahwa sekelompok negara dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dengan melepaskan penggunaan mata uang sendiri dan (secara bersama) mengadopsi mata uang lain atau menerapkan rezim nilai tukar tetap (khususnya antar mata uang negara anggota OCA.
Manfaat yang lebih besar ini dapat terjadi karena berbagai hal misalnya signifikannya transaksi perdagangan internal anggota OCA, mobilitas faktor produksi yang tinggi, korelasi siklus bisnis. Dalam kondisi ini manfaat yang diperoleh dengan tetap menggunakan mata uang sendiri (berupa seignorage dan independensi kebijakan moneter) lebih kecil dari manfaat yang diperoleh dari penyatuan mata uang (berupa biaya transaksi yang rendah, stabilitas dan kredibilitas kebijakan). Untuk mencapai optimalitas wilayah mata uang bersama perlu dipenuhi beberapa karakteristik tertentu. Karakteristik ini menunjukkan kondisi yang diperlukan agar manfaat OCA yang diperoleh para anggotanya dapat maksimal. dibawah ini merangkum karakteristik OCA dimaksud (Mongeli, 2002).
Pada satu dekade belakangan ini berkembang suatu pemikiran kontemporer didalam teori OCA. Berbeda dengan pola pemikiran sebelumnya dimana wilayah moneter bersama akan optimal jika negara-negara anggotanya memenuhi syarat karakteristik OCA, Frankel dan Rose (1998), justru berpendapat sebaliknya: karakteristik OCA adalah bersifat endogen. Dengan kata lain sekelompok negara dapat saja tidak memenuhi satu-lebih karakteristik OCA.
2.5.1 Persyaratan Optimum Currency Area
1. Fleksibilitas harga dan upah
2. Mobilitas faktor produksi
3. Integrasi pasar keuangan
4. Tingkat keterbukaan ekonomi
5. Diversifikasi produksi dan konsumsi
6. Kesamaan tingkat inflasi
7. Integrasi fiscal
8. Integrasi politis
2.5.2 Karakteristik OCA Persyaratan Untuk OCA
Fleksibilitas harga dan upah didalam dan diantara negara OCA memperkecil penyesuaian nilai tukar apabila terjadi kejutan. Mobilitas faktor produksi, termasuk tenaga kerja, antar negara OCA memperkecil penyesuaian harga factor produksi dan nilai tukar terhadap kejutan Integrasi finansial dalam bentuk mobilitas modal (FDI, portfolio investment, pinjaman) antar negara OCA memungkinkan penyesuian kejutan melalui aliran modal. Keterbukaan ekonomi antara negara OCA yang tinggi akan memperbesar transmisi harga internasional ke harga domestik.
Keberagaman tenaga kerja, sektor ekonomi dan produksi antar negaraOCA memperkecil penyesuaian Term Of Trade Kesamaan inflasi (dalam arti rendah dan stabil) antar negara OCA mendorong stabilitas term of trade dan
menyeimbangkan current account. Sistem transfer fiskal antar negara OCA memungkinkan distribusi dana ke negara yang membutuhkan. Kemauan politik memperkuat kepatuhan komitmen bersama, kerjasama berbagai kebijakan ekonomi, dan hubungan kelembagaan antar Negara OCA.
2.5.3 Manfaat dan Biaya Integrasi Ekonomi
1. Peningkatan efisiensi mikro karena penggunaan uang yang lebih luas.
2. Perbaikan stabilitas makro dan pertumbuhan karena stabilitas harga dan
    Akses dana yang lebih besar dari integrasi finansial.
3. Positive externality dari biaya transaksi dan cadangan devisa yang lebih
    rendah serta koordinasi kebijakan yang lebih efektif.
2.6 Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang tunggal di asean
2.6.1 Heterogenitas kultur masyarakat di kawasan asean
         Masyarakat asean terdiri dari berbagai etnis, ras, budaya, bahasa, serta adat istiadat yang berbeda-beda antar berbagai Negara, bahkan dalam satu lingkup negara pun masih terdapat heterogenitas masyarakat di dalahnya, seperti yang terjadi di indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu penghambat penerapan mata uang tunggal di kawasan asean, dari hal tersebut kemngkinan akan terjadi permasalahan di dalamnya, diantaranya konflik-konflik kerena latarbalakang yang berbeda-beda.
2.6.2 Masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di kawasan asean
         Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di kawasan asean terutama yang terdapat di Negara-negara seperti indonesia, Timor leste, dan Negara lain yang masih tergolong Negara berkembang  menjadi salah satu penghambat dari peneapan mata uang tunggal di kawasan asean. Karna faktor pendidikan sangat domonan dalam melakukan transformasi-transformasi di sebuah kawasan atau Negara.
2.6.3 Kondisi dan letak geografis kawasan asean
         Kondisi serta letak geografis Negara-negara di kawasan asean yang terdiri dari ribuan pulau yang masing-masing di pisahkan oleh laut, menjadikan arus mobilitas, baik dari segi ekonomi maupun social agak terganggu. Karena keberhasilan  arus mobolitas sebuah kawasan faktor yang utama di dukung oleh akses lalulintas ekonomi yang baik, serta mudah di jangkau.hal tersebut menjadi salah stu masalah dalam memberlakukan penerapan mata uang tunggal asean.
2.6.4 Kondisi keamanan yang belum setabil
         Konflik-konflik yang terjadi di kawasan asean baik konflik horizontal.vertikal, maupun diagonal yang terjadi di dalam Suatu Negara atau sengketa antar Negara  belum dapat di minimalisir secara optimal oleh pemerintah masing-masing Negara di kawasan asean, contohnya konflik yang terjadi di Filipina Antara pemerintah flipin, Indonesia, Myanmar, Thailand, serta Kamboja. Faktor tersebut menjadi salah satu penghambat penerapan mata uang tunggal di asean.

1 komentar:

  1. ᐈ Casinos with Live Dealer games - LuckyClub
    The only games with live dealers are blackjack, roulette, craps, video poker, keno, luckyclub poker and more. Live dealer gambling allows players to play roulette, blackjack,

    BalasHapus