SISTEM MONETER INTERNASIONAL
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang
berlaku untuk semua Negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas
transaksi lintas negara dilaksanakan. Sistem ini
menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar. Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar. Untuk itu dalam penulisan makalah ini penulis akan membahas terkait dengan pengertian sistem moneter internasional, sejarah terbentuknya system moneter internasional, fenomena aktual yamg terkait moneter, serta Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang tunggal di asean
menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar. Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar. Untuk itu dalam penulisan makalah ini penulis akan membahas terkait dengan pengertian sistem moneter internasional, sejarah terbentuknya system moneter internasional, fenomena aktual yamg terkait moneter, serta Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang tunggal di asean
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20,
sistem moneter internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari
sistem ke sistem yang lain diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu.
Sampai saat ini pun sistem moneter internasional masih menjadi perhatian semua
negara dan masih ingin merubah sistemnya
menjadi lebih berfungsi optimal. Belum lagi rencana anggota Negara-negara asean
untuk merumuskan kebijakan pemberlakuan mata uang bersama yang hanya berlaku
tunggal di kawasan asean. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat
tema sistem moneter internasional.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka dapat diambil
beberapa aspek permasalahan yang dapat dijadikan sebagai rumusan masalah,
diantaranya adalah:
1. Apakah
pengertian sistem moneter interasional ?
2. Bagaimanakah
sejarah dan perkembangan sistem moneter internasional ?
3. Bagaimanakah
sistem penetapan kurs mata uang ?
4. Bagaimana
cara melakukan transaksi internasional ?
5. Apakah
fenomena aktual ekonomi moneter internasional saat ini ?
6. Apakah Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata
uang tunggal di asean ?
1.3
Tujuan
dan Manfaat
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka penulis
menentukan beberapa tujuan dan manfaat makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui pengerian sistem moneter internasional
2. Untuk
mengetahui sejarah dan perkembangan sistem moneter internasional
3. Untuk
mengetahui sistem penetapan kurs
4. Untuk
mengetahui cara melakukan transaksi internasional
5. Untuk
mengetahui fenomena aktual ekonomi moneter internasional
6. Untuk mengetahui Faktor penghambat non ekonomi penerapan
Mata uang tunggal di Asean
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem
Moneter Internasional
Dalam ekonomi internasional dikenal suatu
sistem yang memungkinkan suatu negara
dapat saling berhubungan satu dangan yang lain. Sistem tersebut disebut sebagai
sistem moneter internasional. Sistem moneter internasional menunjukkan
seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanisme yang
menentukan tingkat dimana suatu mata uang diitukarkan dengan mata uang
lain.(Shapiro, 1992). Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah
mengalami begitu banyak perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa.
Perkembangan ini disebabkan oleh adanya perubahan ekonomi dan politik domestik
serta internasional pada masing-masing masa.
Jika dalam skala domestik atau nasional problema
ketidakseimbangan pembayaran antar daerah dapat disesuaikan melaui pergerakan
modal ataupun kebijakan fiskal dan moneter, dalam skala internasional akan
sedikit lebih rumit. Pembayaran yang tidak seimbang antar negara dapat
diselesaikan melalui financing, perubahan kebijakan domestik untuk
menggeser pola perdagangan dan investasi, melalui kontrol devisa untuk
melakukan penjatahan pasokan devisa, atau dengan cara membiarkan nilai tukar
mata uang berubah sesuai situasi dan kondisi. Sehingga yang terpenting dalam
sistem moneter internasional adalah tersedianya alat atau cara untuk
menyesuaikan ketidakseimbangan pembayaran internasional.
2.2 Sejarah dan
Perkembangan Sistem Moneter Internasional
2.2.1
Sistem Standar Emas (1876-1913)
Sistem standar emas internasional muncul mulai tahun 1870 di
Inggris. Pemerintah Inggris menetapkan nilai pounsterling dengan emas.
Perkembangan industri yang terjadi di Inggris serta perdagangan dunia yang
makin berkembang pada abad 19 menambah kepercayaan dunia terhadap emas.
Kepercayaan ini diperkuat dengan ditemukannya tambang emas di Amerika dan
Afrika Utara. Dengan kejadian-kejadian tersebut sistem standar emas merupakan
suatu sistem yang dipakai oleh banyak negara semenjak 1970 hingga perang dunia
pertama.
Perdagangan yang semakin meningkat
membuat kebutuhan sistem pertukaran yang lebih formal menjadi semakin terasa.
Standar emas pada dasarnya menetapkan nilai tukar mata uang negara berdasarkan
emas. Pemerintah atau Negara yang bersangkutan harus menjaga persediaan emas
yang cukup untuk menjamin jual-beli emas. Jika pemerintah negara lain juga
menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan, maka kurs antar dua mata uang bisa
ditentukan. Nilai emas terhadap barang lain tidak banyak berubah dalam jangka
panjang, stabilitas nilai uang dan kurs mata uang tidak banyak berfluktuasi
dalam jangka panjang.
Standar emas berbeda dengan mata
uang fiat (fiat money). Dalam mata uang fiat, nilai mata uang ditentukan
berdasarkan kepercayaan terhadap kemauan pemerintah menjaga integritas menjag
mata uang tersebut. Seringkali kepercayaan tersebut disalahgunakan. Pemerintah
kadang tergoda menerbitan uang baru, karena biaya produksi penerbitan tersebut
adalah 0 rupiah. Dengan menggunakan standar emas, nilai mata uang didasarkan
pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah jumlah uang yang beredar ,
karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas.
Dengan proses tersebut kurs mata
uang bisa terjaga selama negara-negara di dunia memakai emas sebagai standar
mata uangnya. Inflasi yang berkepanjangan tidak akan terjadi di dalam situasi
semacam itu.
Dengan adanya Perang Dunia I (1919-1923) serta depresi dunia
(1931-1934) negara-negara di Eropa dilanda inflasi serta ketidaksetabilan
politik. Sistem moneter Internasional menjadi kacau. Kekacauan ini menimbulkan
kurang kepercayaan dunia terhadap pounsterling yang masih dikaikan dengan emas.
Ponsterling makin lama makin lemah posisinya. Kelemahan ini ditambah keharusan
Inggris untuk memberi bantuan kepada Jerman. Pada tahun 1931 Inggris
menanggalkan standar emas dan pounsterlling jatuh nilainya, diikuti oleh dolar
Amerika.
2.2.2 Periode Perang Dunia (1914-1994)
Perang dunia I mengakhiri standar emas klasik. Periode
antara kedua perang dunia secara umum ditandai oleh kekacauan perdagangan dan
keuangan internasional. Terjadinya fluktuasi kurs sejak akhir perang sampai
tahun 1925 (kecuali di Amerika Serikat, yang kembali ke standar emas dalam
tahun 1919). Mulai tahun 1925, suatu usaha dilakukan untuk menetapkan kembali
standar emas, akan tetapi runtuh tahun 1991 pada waktu Depresi Besar. Kemudian
disusul dengan periode persaingan Devaluasi, ketika negara-negara mencoba
untuk mengekspor pengangguran mereka (kebijakan mengemis tetangga
mereka). Tarif, kuota dan pengawasan nilai tukar juga meluas, dengan akibat
volume perdagangan dunia berkurang hampir setengahnya. Kecenderungan
devlasioner dapat diatasi sepenuhnya suaktu negara-negara dipersenjatai kembali
untuk perang dunia II.
2.2.3 Periode Kurs Tetap
Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian ini, semua negara menetapkan nilai
tukar mata uangnya melaui emas, tetapi tidak diharuskan memenuhi konverbilitas
mata uang mereka dalam emas. Negara anggota diminta menjaga kursnya dalam batas
1% (naik atau turun) dan bersedia menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara
anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya.
Tekanan spekulasi menyebabkan
sistem kurs tetap tidak layak lagi dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat
tutup selama beberpa minggu dalam bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut
dibuka, kurs mata uang dibiarkan mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh
kekuatan pasar.
2.2.4 Post Bretton Woods
Pada tanggal 22 Juli 1944 diadakan suatu konferensi moneter
Internasional, yang dikenal dengan The Bretton Woods Conference, yang dihadiri
oleh 44 negara. Konferensi tersebut bertujuan untuk menyusun rencana pembuatan
sistem moneter. Dua tahun setelah konferensi tersebut, didirikan IMF dan Bank
Dunia untuk mengawasi sistem tersebut. .
Selama periode 1944-1973 dolar merupakan mata uang yang
sangat penting dalam lalu lintas pembayaran Internasional. Peranan dolar ini
timbul setelah perang dunia II, dusebabkan saat itu terjadi kekurangan dolar.
Negara-negara Eropa yang sangat memerlukan uang /dana untuk memulihkan keadaan
ekonominya. Satu-satunya sumber adalah Amerika Serikat, sehingga dolar banyak
diminta. Konsekuensinya, emas menjadi tergeser oleh dolar. Sebab, disamping
memiliki tenaga beli yang kuat di Amerika, reserves dalam bentuk dolar akan
membelikan penghasilan bunga. Dengan semakin pentingnya fungsi dolar, maka
setiap anggota menetapkan perbandingan mata uangnya terhadap dolar, yang
kemudian apabila perlu dapat ditukarkan dengan emas.
DMI beranggotakan 134 negara, diantaranya 10 negara maju
mempunyai posisi yang sangat kuat di dalam mengambil keputusan. Setiap anggota
memperoleh jatah/quota, yang harus dibayar 25% dengan emas dan sisanya 75%
dengan mata uangnya. Besarnya quota menentukan hak suaranya serta jumlah
pinjaman yang dapat diperoleh dari DMI. Dana pertama DMI dengan sendirinya 25%
terdiri dari emas dan 75% berbagai mata uang negara anggota. Pinjaman diberikan
kepada dalam mata uang negara lain yang harus di tukar dengan mata uang
negara peminjam.
2.2.5
Sistem semenjak 1973
Semenjak 1973 sistem moneter internasional merupakan
campuran antara kurs tetap dengan kurs berubah-ubah. Mata uang Yen, dolar
Kanada, franc Perancis, dan Swiss berfluktuas tergantung dari permintaan dan
pernawaran. Sering juga penguasa moneter negara-negara tersebut melakukan
campur tangan di pasar valuta asing untuk mengurangi fluktuasi kurs yang
berlebihan. Caranya apabila negara mengalami defisit dalam neraca pembayaran,
kurs valuta asing cenderung naik. Untuk mencegah hal ini bank Central menjual
valuta asing. Demikian juga apabila surplus di dalam neraca pembayaran, bank
sentral membeli valuta asing di pasar untuk mengurangi penurunan kurs. Sisitem
kurs demikian di sebut “managed atau dirty” float, sebagai lawan dari “clean”
floatt di mana bank Sentral sama sekali tidak campur tangan di dalam
pasar valuta asing.
Lima negara Eropa (Jerman Barat, Belgia, Luxembrug, Swedia, Netherlan dan Norwegia) mengadakan pengaturan secara tersendiri. Krus tetap berlaku di antara mereka, tetapi berubah-ubah secara bersama-sama terhadap mata uang negara lain. Sisten krus semacam ini (mengambang bersama-sama) menghasilakan fluktuasi yang menyerupai ular, yang kemudian disebut “Snake like”.
Lima negara Eropa (Jerman Barat, Belgia, Luxembrug, Swedia, Netherlan dan Norwegia) mengadakan pengaturan secara tersendiri. Krus tetap berlaku di antara mereka, tetapi berubah-ubah secara bersama-sama terhadap mata uang negara lain. Sisten krus semacam ini (mengambang bersama-sama) menghasilakan fluktuasi yang menyerupai ular, yang kemudian disebut “Snake like”.
Negara-negara Eropa dan Jepang telah melepaskan ikatan mata
uangnya dengan dolar Amerika Serikat. Dengan demikian, telah merupakan
mata uang yang mengambang. Namun demikian Dolar masih memegang peranan penting
dalam lalu lintas pembayaran internasiolal. Pembayaran luar negeri, kebijakan
campur tangan dalam valuta asing oleh Bank Sentral, serta catatan-catatan
statistik Dana Moneter Internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa masih
menggunakan dasar mata uang Dolar.
2.3 Sistem Penetapan
Kurs
Mekanisme penentuan kurs bisa dikategorikan menjadi beberapa
kelompok:
2.3.1
Free Float (Mengambang Bebas)
Berdasarkan sistem ini, kurs mata
uang dibiarkan mengambang bebas tergantung kekuatan pasar. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kurs, misal inflasi, pertumbuhan ekonomi, inflasi akan digunakan
oleh pasar dalam mengevaluasi kurs mata uang negara yang bersangkutan. Jika
variable tersebut berubah, atau penghargaan terhadap variable tersebut berubah,
kurs mata uang akan berubah. Sistem mengambang bebas juga disebut sebagai clean
float.
2.3.2 Float yang dikelola(Managed
Float)
Sistem mengambang bebas mempunyai
kerugian karena ketidakpastian kurs cukup tinggi. Sistem float yang dikelola,
yang sering disebut juga sebagai dirty float, dilakukan melalui campur tangan
Bank Sentral yang cukup aktif.
Bank
Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs yang terjadi di luar
batasan yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi:
a) Menstabilkan fluktuasi harian. Bank
Sentral melakukan cara ini dengan tujuan menjaga stabilasisasi kurs agar
perubahan atau pergerakan kurs tetap teratur.
b)
Menunda
kurs (leaning against the wind). Melalui cara ini bank sentral melakukan
intervensi dengan tujuan mencegah atau mengurangi fluktuasi jangka pendek yang
cukup tajam, yang diakibatkan oleh kejadian yang sifatnya sementara.
c)
Kurs
tetap secara tidak resmi (unofficial pegging). Melalui cara ini Bank Sentral
melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara resmi) kurs mata uangnya.
2.3.3 Perjanjian zona target tertentu
Melalui perjanjian ini, beberapa
negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya secara bersama dalam wilayah
kurs tertentu. Jika kurs melewati batas atas atau batas bawah, Bank Sentral
negara yang bersangkutan akan melakukan intervensi.
2.3.4 Dikaitkan dengan mata uang lain
Sekitar 62 negara dari 162 negara
anggota IMF mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata uang lainnya. Sebagian
mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara tetangga.
2.3.5 Dikaitkan dengan kelompok mata uang
lain
Sekitar 21 negara mengkaitkan mata
uangnya terhadap kelompok mata uang lainnya. Basket, kelompok, atau portofolio
mata uang tersebut biasanya terdiri dari mata uang partner dagang yang penting.
19 negara mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap portofolio yang mereka buat
sendiri.
2.3.6 Dikaitkan dengan indikator
tertentu
Dua negara, Chili dan Nikaragua,
mengkaitkan mata uangnya terhadap indikator tertentu, seperti kurs riil
efektif, kurs yang telah memasukkan inflasi terhadap partner dagang mereka yang
penting.
2.3.7 Sistem kurs tetap
Di bawah sistem kurs tetap,
pemerintah atau Bank Sentral menetapkan kurs secara resmi. Kemudian Bank
Sentral akan selalu melakukan intervensi secara aktif untuk menjaga kurs yang
telah ditetapkan tersebut.
Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak
sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi negara tersebut, devaluasi atau
revaluasi dilakukan. Cara yang bisa dilakukan selain devaluasi adalah :
1.
pinjaman
asing
2.
pengetatan
3.
pengendalian
harga dan upah
4.
pembatasan
aliran modal keluar
2.4 Cara
Melakukan Transaksi Internasional
Adapun cara untuk melakukan
pembayaran internasional yang timbul akibat perdagangan dan peminjaman
internasional antara lain sebagai berikut:
a. pembayaran dengan surat wesel dagang
(Commercial Bill of Exchange atau Commercial draft atau Trade Bill)
Surat
wesel dagang adalah pembayaran yang dilakukan dengan cara eksportir menarik
surat wesel atas importir sejumlah harga barang-barang beserta biaya-biaya
pengirimannya.
Dalam surat wesel tersebut harus dilampiri dokumen-dokumen
berupa:
- faktur (invoice),
- konosemen atau surat muatan (bill of
lading),
- daftar isi barang (packing list),
- surat keterangan asal barang (certificate
of origin),
- surat keterangan pabean,
- surat asuransi (insurence).
Cara pembayaran semacam ini sekarang masih banyak digunakan
dalam lalu lintas pembayaran internasional. Dengan surat wesel, apabila
eksportir membutuhkan uang sebelum jatuh tempo, maka ia dapat menjualnya kepada
pihak lain, yang kelak akan menukarkannya kepada importir setelah wesel itu
jatuh tempo.
b.
Kompensasi pribadi
kompensasi pribadi adalah adalahcara
pembayaran dengan mengalihkan penyelesaian utang piutang pada seorang penduduk
dalam satu negara tempat penduduk tersebut tinggal.
Cara pembayaran ini
digunakan di Indonesia sekitar tahun 1960-an, namun sekarang sudah tidak banyak
lagi digunakan dalam perdagangan internasional.
c.
Pembayaran tunai
Pembayaran tunai atau
pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan uang
tunai atau cek, yang dilakukan bersama-sama dengan surat pesanan atau menunggu
diterimanya kabar bahwa barang yang telah dipesan dikapalkan oleh eksportir.
Cara pembayaran ini mempunyai risiko yang besar.
d.
Pembayaran dengan letter of kredit
Letter of credit atau
commercial letter of credit adalah surat yang dikeluarkan oleh bank atas
permintaan pembelian sejumlah barang di mana bank sendiri yang mengakseptir
(menyetujui) dan membayar surat wesel yang ditarik oleh eksportir.
Transaksi yang
menggunakan fasilitas L/C terdiri atas:
- L/C biasa,
artinya L/C dimana seorang importir bisa langsung membayar
sesuai dengan harga
barang melalui bank yang ditunjuk
- Merchant L/C,
artinya L/C dimana seorang importir dapat memasukkan
barang terlebih dahulu
dengan melakukan pembayaran sebagian, sedangkan sisanya dibayar kemudian.
- Indutrial L/C,
artinya impor banang-barang industri atau barang modal
secara cepat dan tidak
dipakai untuk barang konsumsi.
- Red Clause L/C,
artinya L/C yang mencantumkan instruksi kepada
Advising Bank (bank yang ditunjuk) untuk melaksanakan pembayaran
sebagian dari jumlah L/C kepada eksportin sebelum mengapalkan
barang-barang ekspor.
- Usance L/C, artinya
L/C yang pembayarannya baru dilakukan dengan
tenggang waktu tertentu,
misalnya 1 bulan dari pengapalan barang atau 1 bulan setelah penunjukan
dokumen.
e. Pembayaran Kemudian atau Rekening Terbuka (Open Account)
Pembayaran kemudian atau
rekening terbuka adalah cara membiayai transaksi perdagangan internasional di
mana eksportir mengirimkan barang kepada importir tanpa adanya dokumen-dokumen
untuk meminta pembayaran. Pembayaran dilakukan setelah barang laku dijual atau
satu sampai dengan tiga bulan setelah tanggal pengiriman, sesuai dengan
penjanjian yang disepakati bersama. Sistem ini sangat membantu pengimpor
melakukan transaksi perdagangan, akan tetapi berisiko besar bagi pengekspor.
f. Pembayaran dengan Konsinyasi (Consign 4311`ment)
Pembayararan
secara konsinyasi dilakukan setelah barang yang dikirim sudah terjual
seluruhnya atau sebagian. Metode ini biasanya dilakukan kepada orang yang telah
dikenal dengan baik. Jadi, barang yang akan dijual merupakan barang titipan
untuk jangka waktu tertentu dan pembayaran dengan termin waktu. Untuk
memperkecil risiko penjual, sebaiknya menggunakan jasa bank dalam pengiriman
dokumen penagihan dan bonded warehouse untuk penitipan barangnya.
Apabila barang sudah terjual, pembeli membayar kepada bank sejumlah uang atas
nilai barang dan sebagai gantinya bank akan menyerahkan delivery instruction
kepada bonded warehouse untuk mengeluarkan barangnya.
2.5 Fenomena Aktual
Ekonomi internasional
Fenomena yang terjadi saat ini khususnya di kawasan asean
adalah penyatuan mata uang di antara Negara asean, atau pencanangan mata uang
tunggal. Hal tersebut di lakukan kerena mengingat adanya keberhasilan kawasan
ekonomi eropa memberlakukan kebijakan mata uang bersama.Dari sisi ekonomi jika sekelompok
negara ternyata memiliki mata uang yang berkorelasi sangat erat, maka secara
implisit kelompok negara tersebut dapat menggabungkan mata uangnya.
Dengan kata lain negara tersebut dapat melepaskan kekuasaan
moneternya dan memberikan kepada suatu badan supra nasional (dalam wadah ekonomi
bersama).Salah satu contoh yang paling sukses dari proses penggabungan ini
adalah keberadaan European
Monetary Union, (EMU) dan mata uang tunggal dengan European Central Bank (ECB) sebagai bank sentralnya. Namun
demikian proses kearah penggabungan moneter sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Treaty Of Rome
(1957) dapat dikatakan titik tolak yang meletakkan dasar atau fase yang harus ditempuh dalam
rangka pembentukan komunitas ekonomi Eopa.Salah satu studi penting yang
melakukan penelitian terhadap kesiapan prasyarat optimum current area atau OCA
di ASEAN dan perbandingan versus Uni Eropa dilakukan oleh Bayoumi dan Mauro. Mereka
berpendapat bahwa negara-negara ASEAN telah mencapai level yang sama dengan Uni
Eropa sebelum traktat Maastricth 1991 pada beberapa aspek.
Aspek tersebut adalah:
1. Perdagangan intra wilayah (yang diukur oleh
share perdagangan internal
terhadap GDP).
2. Komposisi perdagangan berdasarkan type
produk. Dengan berlangsungnya
transisi ekonomi, negara-negara di wilayah ini (kecuali
Singapura) memiliki tendensi sebagai Negara manufaktur.
3. Pola goncangan ekonomi. Meskipun dampak
goncangan adalah lebih besar di ASEAN tetapi kecepatan pemulihan lebih tinggi
di wilayah ini. Dengan demikian dapat dikatakan hasil bersih dari pola goncangan
ekonomi semacam ini adalah cenderung netral.
Namun demikian mereka juga menemukan
beberapa faktor yang dianggap dapat mengurangi daya tarik penyatuan moneter
bagi wilayah ASEAN. Faktor-faktor ini adalah :
a) Diversifikasi budaya dan system politik
di ASEAN cenderung lebih tinggi dibandingkan Uni Eropa
b) Diversifikasi perdagangan yang
signifikan.
Meskipun
US, Jepang dan Zona Eropa adalah rekan dagang utama, namun proporsi
masing-masing adalah heterogen. Hal ini berimplikasi Pergerakan Bersama Mata
Uang ASEAN 4 Periode 1997-2005: Suatu Aplikasi Teori Optimal Currency Area Dengan Menggunakan Model Vector Error
Correction bahwa setiap negara ASEAN memiliki suatu goncangan spesifik pada
level tertentu.
3.OCA index (Eichengreen dan Bayoumi,
1996) menunjukkan kesiapan negara ASEAN masih kalah dengan negara Eropa pra
traktat Maastricth.
Disini
ditunjukkan divergennya arah keterkaitan mata uang ASEAN terhadap salah satu
mata uang utama dunia. Singapura,Malaysia dan Philipina misalnya, lebih cocok
masuk sebagai blok USD. Sedangkan Indonesia dan Thailand cenderung kepada blok
JPY. Hasil ini mengkonfirmasi temuan empiris Frankel dan Wei (1994), Kim dan
Ryou (2001) dan Alesina et al (2002) bahwa permasalahan yang dihadapi dalam
penyatuan keuangan Negara-negara ASEAN adalah tidak adanya suatu mata uang
anchor yang tunggal bagi mata uang negara ASEAN tersebut.
Dari
sisi institusi, aktivitas ditingkat ofisial tentang keberadaan OCA dapat
dikatakan langka. Beberapa lembaga kerjasama regional telah ada diwilayah ini,
misalnya ASEAN, AFTA dan SEACEN, ASEAN misalnya bahkan telah berdiri sejak
1967.
Namun
demikian diskursus mengenai suatu kerjasama regional yang lebih erat melalui
kerjasama moneter (dan mata uang bersama) baru terdengar pasca krisis keuangan
Asia 1997. Era sebelum ini suatu kerjasama moneter yang lebih serius tampaknya
terkendala oleh keberadaan rezim nilai tukar yang heterogen diwilayah Asia
(Wilson, 2002).
Tahun
1997, Jepang menawarkan ide Asian Monetary Fund (AMF). Hal ini merupakan wujud
dari kesadaran terhadap perlunya suatu dana emergency yang siap digunakan
ketika dibutuhkan.
Tampaknya
ini juga merupakan reaksi kecewa terhadap sikap lamban IMF dalam mengatasi
krisis Asia. Ide ini memperoleh resistensi keras dari IMF (dan stake holder
utamanya, sehingga akhirnya gagal diwujudkan. Sebagai pengganti, dalam kerangka
ASEAN+3 suatu kesepakatan dalam hal penyediaan dana emergency diwujudkan dalam
bentuk pejanjian swap. Inisiatif ini dikenal sebagai Chiang Mai Initiatives.
Dari forum ini tampaknya terlihat adanya perkembangan kearah suatu instrument
obligasi Asia. Dari sisi upaya penyatuan mata uang, negara-negara diwilayah ini
terlihat jauh lebih kaku Meskipun dibawah Hanoi Plan Action dibulan Desember
1998, pemimpin wilayah ASEAN sepakat untuk memulai suatu studi kelayakan atas
adopsi mata uang bersama. Namun baru Januari 2001, suatu proyek resmi untuk
penelitian ini dimulai (Wilson, 2002). Proyek ini dikenal dengan nama Kobe
Research Project. Meskipun ditingkat pengambil kebijakan arah penyatuan moneter
adalah bergerak lamban, pra kondisi bagi negara Asia sebenarnya telah ada.
Eichengreen dan Bayoumi (1996) dalam suatu studinya berkesimpulan bahwa wilayah
Asia Timur telah memenuhi persyaratan standar OCA serta telah memiliki kesiapan
yang sama dengan wilayah zona Eropa. Bayoumi dan Mauro
Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010 (1999) juga mengusulkan hal yang
serupa, namun dengan mesyaratkan perlunya suatu komitmen politik untuk
memastikan bahwa proyek ini akan berhasil. Proposal lainnya dapat dilihat
misalnya Wilson (2002), Mundel (2003), dan Branson dan Healy (2005). Syarat dan
kondisi teoritis dimana penyatuan mata uang adalah menguntungkan merupakan
subyek dari teori Optimum Currency Area (OCA). Teori OCA modern secara komprehensif
diuraikan oleh Robert Mundell (1961) dalam seminal paper nya yang berjudul A Theory
Of Optimum Currency Areas.
Secara
ringkas teori tersebut menguraikan bahwa sekelompok negara dapat memperoleh
manfaat yang lebih besar dengan melepaskan penggunaan mata uang sendiri dan
(secara bersama) mengadopsi mata uang lain atau menerapkan rezim nilai tukar
tetap (khususnya antar mata uang negara anggota OCA.
Manfaat
yang lebih besar ini dapat terjadi karena berbagai hal misalnya signifikannya transaksi
perdagangan internal anggota OCA, mobilitas faktor produksi yang tinggi,
korelasi siklus bisnis. Dalam kondisi ini manfaat yang diperoleh dengan tetap
menggunakan mata uang sendiri (berupa seignorage dan independensi kebijakan
moneter) lebih kecil dari manfaat yang diperoleh dari penyatuan mata uang
(berupa biaya transaksi yang rendah, stabilitas dan kredibilitas kebijakan). Untuk
mencapai optimalitas wilayah mata uang bersama perlu dipenuhi beberapa karakteristik
tertentu. Karakteristik ini menunjukkan kondisi yang diperlukan agar manfaat OCA
yang diperoleh para anggotanya dapat maksimal. dibawah ini merangkum karakteristik
OCA dimaksud (Mongeli, 2002).
Pada satu dekade belakangan ini
berkembang suatu pemikiran kontemporer didalam teori OCA. Berbeda dengan pola pemikiran
sebelumnya dimana wilayah moneter bersama akan optimal jika negara-negara
anggotanya memenuhi syarat karakteristik OCA, Frankel dan Rose (1998), justru
berpendapat sebaliknya: karakteristik OCA adalah bersifat endogen. Dengan kata
lain sekelompok negara dapat saja tidak memenuhi satu-lebih karakteristik OCA.
2.5.1 Persyaratan Optimum Currency Area
1.
Fleksibilitas harga dan upah
2.
Mobilitas faktor produksi
3.
Integrasi pasar keuangan
4.
Tingkat keterbukaan ekonomi
5.
Diversifikasi produksi dan konsumsi
6.
Kesamaan tingkat inflasi
7.
Integrasi fiscal
8.
Integrasi politis
2.5.2 Karakteristik OCA Persyaratan Untuk OCA
Fleksibilitas
harga dan upah didalam dan diantara negara OCA memperkecil
penyesuaian nilai tukar apabila terjadi kejutan. Mobilitas faktor produksi, termasuk
tenaga kerja, antar negara OCA memperkecil penyesuaian harga factor produksi
dan nilai tukar terhadap kejutan Integrasi
finansial dalam bentuk mobilitas modal (FDI, portfolio investment, pinjaman) antar negara OCA memungkinkan penyesuian kejutan melalui aliran modal. Keterbukaan ekonomi antara
negara OCA yang tinggi akan memperbesar transmisi harga internasional ke harga domestik.
Keberagaman
tenaga kerja, sektor ekonomi dan produksi antar negaraOCA memperkecil
penyesuaian Term Of Trade Kesamaan inflasi (dalam arti rendah dan stabil) antar
negara OCA mendorong stabilitas term of trade dan
menyeimbangkan current account. Sistem
transfer fiskal antar negara OCA memungkinkan distribusi dana ke negara yang
membutuhkan. Kemauan politik memperkuat kepatuhan komitmen bersama, kerjasama berbagai
kebijakan ekonomi, dan hubungan kelembagaan antar Negara OCA.
2.5.3 Manfaat dan Biaya Integrasi Ekonomi
1.
Peningkatan efisiensi mikro karena penggunaan uang yang lebih luas.
2.
Perbaikan stabilitas makro dan pertumbuhan karena stabilitas harga dan
Akses dana yang lebih besar dari integrasi
finansial.
3.
Positive externality dari biaya transaksi dan cadangan devisa yang lebih
rendah serta koordinasi kebijakan yang
lebih efektif.
2.6
Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang tunggal di asean
2.6.1
Heterogenitas kultur masyarakat di kawasan asean
Masyarakat asean terdiri dari berbagai
etnis, ras, budaya, bahasa, serta adat istiadat yang berbeda-beda antar
berbagai Negara, bahkan dalam satu lingkup negara pun masih terdapat
heterogenitas masyarakat di dalahnya, seperti yang terjadi di indonesia. Hal
tersebut menjadi salah satu penghambat penerapan mata uang tunggal di kawasan
asean, dari hal tersebut kemngkinan akan terjadi permasalahan di dalamnya,
diantaranya konflik-konflik kerena latarbalakang yang berbeda-beda.
2.6.2
Masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di kawasan asean
Dengan masih rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat di kawasan asean terutama yang terdapat di Negara-negara
seperti indonesia, Timor leste, dan Negara lain yang masih tergolong Negara
berkembang menjadi salah satu penghambat
dari peneapan mata uang tunggal di kawasan asean. Karna faktor pendidikan
sangat domonan dalam melakukan transformasi-transformasi di sebuah kawasan atau
Negara.
2.6.3
Kondisi dan letak geografis kawasan asean
Kondisi serta letak geografis
Negara-negara di kawasan asean yang terdiri dari ribuan pulau yang
masing-masing di pisahkan oleh laut, menjadikan arus mobilitas, baik dari segi
ekonomi maupun social agak terganggu. Karena keberhasilan arus mobolitas sebuah kawasan faktor yang
utama di dukung oleh akses lalulintas ekonomi yang baik, serta mudah di
jangkau.hal tersebut menjadi salah stu masalah dalam memberlakukan penerapan
mata uang tunggal asean.
2.6.4
Kondisi keamanan yang belum setabil
Konflik-konflik yang terjadi di kawasan
asean baik konflik horizontal.vertikal, maupun diagonal yang terjadi di dalam
Suatu Negara atau sengketa antar Negara
belum dapat di minimalisir secara optimal oleh pemerintah masing-masing
Negara di kawasan asean, contohnya konflik yang terjadi di Filipina Antara
pemerintah flipin, Indonesia, Myanmar, Thailand, serta Kamboja. Faktor tersebut
menjadi salah satu penghambat penerapan mata uang tunggal di asean.
ᐈ Casinos with Live Dealer games - LuckyClub
BalasHapusThe only games with live dealers are blackjack, roulette, craps, video poker, keno, luckyclub poker and more. Live dealer gambling allows players to play roulette, blackjack,